Ehm, curhat dikit...
Menurut postingan sebelumnya, semenjak Saya membaca novel-novel garapan bang Tere Liye, seharusnya buku yang Saya review kali ini adalah buku selanjutnya dari serial fantasi "Bumi" (yaitu Bulan). Namun keburu kepalang tanggung udah tamat baca sampai buku seri ke-lima-nya (eh, atau enam yah?) yang berjudul "Komet" (sejauh tulisan ini ditulis). Maka Saya putuskan untuk menunda dulu review buku-nya. Itu bisa nanti-nanti. Malah bagus kayaknya kalau disambung dengan buku "Komet Minor" nanti hehe..
Mari tinggalkan itu sejenak dan bacalah novel Tere Liye kali ini. Rembulan Tenggelam di Wajahmu. Pertama kali terbit Februari 2009. Hmm.. menarik. Sangat romantis..
Bukan.. bukan kawan, ini bukan novel tentang romansa picisan cinta anak SMA yang notabene bercerita tentang kisah cinta anak remaja. Laki-laki dan perempuan dengan segala tetek-bengek-nya soal pertemuan yang ditakdirkan, perasaan cinta yang terpendam, patah-hati sana, berbunga-bunga sini, perkelahian dua pujangga, hingga akhirnya yang dijodohkan oleh langit pun bersatu dan cerita berakhir bahagia. Bukan, sama sekali bukan. Ini adalah kisah yang sama sekali berbeda dengan itu..
Ini adalah kisah tentang kehidupan seorang anak manusia yang amat mengharukan..
Cerita yang keras, dibalut dengan drama dan diberi sedikit taburan komedi
Rayhan. Adalah salah satu manusia beruntung karena menjelang kematiannya, dia diberikan kesempatan untuk mengetahui jawaban atas 5 pertanyaan besar dalam hidupnya. Flashback sebelum meninggal..
Awal cerita ini.. hmm.. gimana yah.. begitu terpisah dan terkesan patah-patah karena lompatan cerita yang ekstrim. Bagi orang yang tidak terbiasa membaca (terlebih kalau belum membaca review buku ini), tidak akan bertahan lama setelah membaca 1-2 bab. Tapi itu tidak terjadi kepada saya (yang bahkan sama sekali tidak punya ide ketika pertama kali membaca buku ini SETELAH membaca serial "Bumi").
Mereka yang mencoba bertahan, akhirnya malah menemukan benang merah dari kejadian demi kejadian yang diceritakan di buku ini..
"Bagi manusia, hidup ini juga sebab-akibat, Ray. Bedanya, bagi manusia sebab-akibat itu membentuk peta dengan ukuran raksasa. Kehidupanmu menyebabkan perubahan garis kehidupan orang lain, kehidupan orang lain mengakibatkan perubahan garis kehidupan orang lainnya lagi, kemudian entah pada siklus keberapa, kembali lagi ke garis kehidupanmu..." (hal.57).
Dengan ditemani oleh "Orang dengan wajah menyenangkan" (meskipun di akhir cerita berubah menjadi sedikit tidak menyenangkan.. #spoiler), Ray perlahan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam hidupnya lewat kilas balik.
Sebagai balasan, kalian sebenarnya sudah tahu seperti apa ending dari cerita ini setelah membaca banyak bab karena telah memahami polanya. Ya, kilas balik. Tapi saya selalu percaya kalau sebuah cerita yang bagus, akan selalu tetap bagus sekalipun kalian kena spoiler (iya nggak? hehe). Ngomong-ngomong soal spoiler, ada kabar bahwa di pertengahan tahun kemarin, novel "Matahari Terbit di Jidatmu" "Rembulan Tenggelam di Wajahmu" akan diadaptasi menjadi sebuah film! Wah, semoga film-nya nanti sama bagusnya dengan cerita di novelnya. After all, ini adalah sepotong cerita yang bagus karena mengandung banyak pelajaran hidup.
Beberapa kutipan menarik dari novelnya:
"Kalian akan tetap menjadi saudara di mana pun berada, kalian sungguh akan tetap menjadi saudara. Tidak ada yang pergi dari hati. Tidak ada yang hilang dari sebuah kenangan. Kalian sungguh akan tetap menjadi saudara." (hal.97).
"Tahukah kau, kita bisa menukar banyak hal menyakitkan yang dilakukan orang lain dengan sesuatu yang lebih hakiki, lebih abadi.... Rasa sakit yang timbul karena perbuatan aniaya dan menyakitkan dari orang lain itu sementara, Ray. Pemahaman dan penerimaan tulus dari kejadian menyakitkan itulah yang abadi...." (hal. 110).
"....Tidak ada yang meninggalkan yang lain. Apa pun yang terjadi besok, kita akan menjalaninya bersama. Tidak ada yang tertinggal. TAPI andaikata salah seorang dari kita tertangkap, maka tidak ada juga yang akan menghianati satu sama lain. Tutup mulut, mengaku melakukannya sendirian...." (hal. 175).
"Ray, kalau Tuhan menginginkannya terjadi, maka sebuah kejadian pasti terjadi, tidak peduli seluruh isi langit-bumi bersekutu mengagalkan. Sebaliknya, kalau Tuhan tidak menginginkannya, maka sebuah kejadian niscaya tidak akan terjadi, tidak peduli seluruh isi langit-bumi bersekutu melaksanakannya" (hal. 213).
".... Tetapi aku tidak membutuhkan itu, Yang. Rumah besar, mobil, berlian, pakaian yang indah. Bagiku kau ikhlas dengan semua yang kulakukan untukmu. Ridha atas perlakuanku padamu. Itu sudah cukup." (hal. 281).
Saat membaca buku Tere Liye kali ini, tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan besar. Mengapa judulnya "Rembulan Tenggelam di Wajahmu"? Belakangan saya baru tahu jawabannya setelah membaca akhir dari ceritanya..
Sekian.
Komentar
Posting Komentar